Kitab Negara Kertagama & Kirab Ila Galigo: Kekayaan Sastra, Budaya, dan Sejarah Bangsa Indonesia


Jakarta, satupena.my.id – Dua mahakarya sastra Nusantara, Negara Kertagama karya Mpu Prapanca dan I La Galigo dari Bugis kuno, menjadi bukti nyata tingginya peradaban bangsa Indonesia di masa silam. Keduanya bukan hanya catatan sastra, melainkan juga dokumen bersejarah yang menyimpan nilai filosofis, budaya, dan tata kehidupan masyarakat Nusantara.

Menurut P. J. Zoetmulder dalam buku Kalangwan, Kakawin Negara Kertagama memberikan keterangan unik yang tidak dijumpai pada kakawin lain, terutama tentang masyarakat Jawa Kuno pada abad ke-14. Sementara itu, UNESCO mencatat kitab ini sebagai kesaksian pemerintahan raja Majapahit yang menjunjung tinggi ide-ide modern seperti keadilan sosial, kebebasan beragama, keamanan pribadi, dan kesejahteraan rakyat.

Sri Eko Sriyanto Galgendu, Wali Spiritual Nusantara, menilai Negara Kertagama merupakan wujud nyata capaian pemerintahan Majapahit yang berhasil menghadirkan kesejahteraan berkeadilan bagi rakyatnya. Hal ini sejalan dengan pandangan Stuart Robson dalam buku Desawarnana, yang menyebut karya Mpu Prapanca bukan sekadar kisah mistis, tetapi catatan realitas sehari-hari yang disaksikan langsung oleh penyairnya.

Kitab ini juga menjadi sumber inspirasi Bung Karno dalam merumuskan Pancasila. Dalam autobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, beliau menegaskan bahwa Pancasila bukan ciptaannya, melainkan hasil penggalian nilai-nilai luhur bangsa. Tidak heran jika Negara Kertagama kini telah tercatat dalam daftar Memory of the World UNESCO.

Isi kitab ini sangat lengkap: mulai dari sosok Maharaja Hayam Wuruk, Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada, struktur kekuasaan kerajaan, hingga wilayah kekuasaan Majapahit dan negeri taklukannya. Catatan yang berbentuk pupuh itu mencapai hampir 100 pupuh, memuat lebih dari 300 halaman.

Sementara itu, I La Galigo yang berasal dari tradisi Bugis, bahkan disebut sebagai karya sastra terpanjang di dunia, melampaui Mahabarata. Naskah lengkapnya tersimpan di Universitas Leiden, Belanda, dengan panjang lebih dari 6.000 halaman. Ditulis dalam aksara Lontara dan bahasa Bugis Kuno, I La Galigo melukiskan sistem sosial masyarakat Bugis pra-Islam, sekaligus menjadi epos naratif monumental Nusantara.

UNESCO juga telah menetapkan I La Galigo sebagai Memory of the World pada tahun 2011. Karya ini menegaskan bahwa peradaban Nusantara sudah memiliki tradisi literasi, spiritualitas, dan budaya yang sangat maju jauh sebelum era kolonial.

Pemerintah Indonesia saat ini juga terus mendorong pengembalian benda-benda bersejarah dari Belanda. Sekitar 30.000 artefak akan dikembalikan sesuai kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dan Raja Belanda. Harapannya, naskah-naskah besar Nusantara seperti I La Galigo dan artefak lain bisa kembali ke tanah air, menjadi warisan budaya yang dapat dipelajari langsung oleh generasi penerus.

Kehadiran Negara Kertagama dan I La Galigo menegaskan bahwa bangsa Indonesia memiliki warisan sastra dan sejarah dunia yang tak ternilai. Keduanya bukan sekadar teks klasik, tetapi simbol kedaulatan budaya dan kekayaan intelektual bangsa yang harus terus dijaga dan diwariskan.(red)

Posting Komentar

0 Komentar