Tangerang, satupena.my.id - Rabu 1 Oktober 2025 – Kasus dugaan mafia tanah di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, menguak modus operandi yang terbilang licik. Kepala Desa Kohod, Arsin, bersama tiga perangkat desa, didakwa melakukan korupsi melalui penerbitan dokumen fiktif untuk lahan yang sejatinya adalah laut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap, sejak tahun 2022 hingga awal 2025, Arsin dan timnya mengumpulkan data warga, lalu menerbitkan 203 Surat Keterangan Tanah Garapan (SKTG) atas lahan seluas kurang lebih 300 hektare. Mereka bahkan mengurus Nomor Objek Pajak (NOP) dan SPPT-PBB, seolah tanah tersebut sah dimiliki dan sudah dibayarkan pajaknya.
Dokumen palsu itu kemudian dijual kepada sebuah perusahaan dengan nilai total sekitar Rp39,6 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp4 miliar diberikan kepada warga yang identitasnya dicatut sebagai “pemilik” fiktif, sementara sisanya dibagi antara para terdakwa dan pihak swasta yang terlibat.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Arsin menjanjikan skema pembagian keuntungan 40 persen untuk warga dan 60 persen bagi para penggagas. Seluruh dokumen palsu itu diproses menggunakan fasilitas desa, mulai dari komputer hingga printer milik sekretaris desa, lalu dilegalisasi dengan surat pengantar resmi yang ditandatangani Kades. Alhasil, berkas tersebut berhasil meloloskan verifikasi di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang.
Kasus ini memperlihatkan bagaimana kewenangan pejabat desa bisa disalahgunakan untuk menipu sistem pertanahan dan menjerumuskan masyarakat ke dalam dugaan korupsi struktural. Proses pengadilan selanjutnya akan menagih pertanggungjawaban para terdakwa—baik secara hukum maupun moral terhadap warga yang dirugikan.
0 Komentar