Buleleng, Bali - satupena.my.id - Setelah menanti selama 13 tahun, perjuangan panjang Hawasiah binti Islan (68), seorang nenek asal Madura, akhirnya berbuah hasil. Harapan yang sempat pudar kini menyala kembali setelah pihak kepolisian menetapkan tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen jual beli tanah miliknya yang terletak di Banjar Dinas Sendang Pasir, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali.
Kisah penuh liku ini bermula pada Januari 2014, saat Hawasiah mengetahui bahwa tanah yang dibelinya bersama almarhum suaminya telah berpindah tangan tanpa sepengetahuannya. Lebih parah lagi, tanah tersebut dijual menggunakan dokumen yang belakangan diketahui palsu.
> “Saya tidak bisa menerima kenyataan ini. Tanah itu saya beli bersama suami saya. Tiba-tiba diambil begitu saja,” ujar Hawasiah dengan mata berkaca-kaca saat mengenang awal mula kasus yang menimpanya.
Titik Terang setelah 13 Tahun
Langkah penting menuju keadilan terjadi pada 2 Mei 2025, saat Hawasiah kembali melaporkan kasus tersebut ke Polres Buleleng dengan Nomor: STTLP/B/70/V/2025/SPKT/POLRES BULELENG/POLDA BALI. Laporan itu menyoroti dugaan pemalsuan tanda tangan dan akta jual beli yang telah merugikannya secara emosional dan materiil.
Pada 18 Juli 2025, Polres Buleleng mengeluarkan Surat Ketetapan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap.Tsk/118/VII/RES.1.9/2025/Satreskrim/Polres Buleleng/Polda Bali, terhadap L R, individu yang diduga kuat terlibat dalam pemalsuan dokumen tersebut.
Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan alat bukti yang cukup terkait tindak pidana pemalsuan surat dan pemberian keterangan palsu dalam akta autentik, yang melanggar Pasal 263 dan/atau Pasal 266 KUHP.
> “Ini adalah momen yang tak bisa saya ungkapkan dengan kata-kata. Setelah 13 tahun, akhirnya ada harapan. Terima kasih Tuhan,” ucap Hawasiah, dengan suara yang masih terbata menahan tangis haru.
Apresiasi Kepada Aparat dan Tim Hukum
Dalam pernyataannya, Hawasiah menyampaikan apresiasi mendalam kepada pihak Kepolisian, khususnya Mabes Polri dan Polres Buleleng, atas kesungguhan dan keberpihakan mereka terhadap pencarian keadilan yang ia tempuh.
Tak lupa, ia juga mengucapkan terima kasih kepada Adv. Donny Andretti, SH, C.PFW, C.MDF dan Gita Kusuma Mega Putra, C.PFW, C.MDF dari FIRMA HUKUM SUBUR JAYA & REKAN FERADI WPI, yang telah dengan sabar mendampinginya.
> “Pak Putra tidak hanya memberi bantuan hukum, tapi juga kekuatan untuk tetap bertahan. Saya mungkin sudah menyerah kalau tidak ada mereka,” ungkap Hawasiah.
Ia juga menyoroti kinerja tim penyidik saat ini yang dinilainya bekerja profesional dan berdedikasi tinggi. “Saya merasa dihargai sebagai warga negara yang punya hak untuk dilindungi. Semoga proses hukum selanjutnya berjalan adil dan terbuka,” tambahnya.
Pesan untuk Publik: Jangan Menyerah Memperjuangkan Hak
Hawasiah berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi siapa pun yang mencoba merampas hak orang lain dengan cara-cara yang tidak sah. Ia menegaskan bahwa keadilan mungkin lambat datang, namun bukan berarti tidak akan tiba.
> “Saya hanya ingin keadilan untuk tanah saya. Semoga tidak ada lagi orang lain yang mengalami hal seperti saya,” pungkasnya.
Kisah Hawasiah adalah cermin bahwa keteguhan dan keberanian dalam memperjuangkan hak tidak akan sia-sia. Ini juga menjadi pengingat bahwa hukum bisa bekerja untuk siapa saja yang mempercayainya dan bersedia terus memperjuangkan kebenaran.
(NBL/SKD)
.jpg)
0 Komentar