SERANG, satupena.my.id — Gairah dan semangat reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali mengemuka setelah Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan Surat Perintah (Sprin) pembentukan Tim Transformasi Reformasi Polri. Tim tersebut melibatkan 52 perwira tinggi dan menengah Polri untuk mempercepat langkah perubahan internal di institusi kepolisian.
Langkah Kapolri ini dilakukan hanya sehari setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, untuk membentuk Komisi Reformasi Kepolisian.
Kepada wartawan, Selasa (16/9/2025), Yusril mengungkapkan bahwa Presiden menghendaki adanya lembaga independen yang bertugas melakukan pengawasan dan evaluasi menyeluruh terhadap Polri. “Presiden ingin pembenahan Polri berjalan objektif dan sesuai dengan tuntutan publik,” ujarnya.
Keesokan harinya, Kapolri langsung menindaklanjuti arah reformasi tersebut dengan menerbitkan Sprin bernomor Sori/2749/IX/TUK.2.1/2025, tertanggal 17 September 2025. Langkah cepat ini menimbulkan berbagai tanggapan publik yang menilai munculnya dua lembaga berbeda — Komisi Reformasi Polri dan Tim Transformasi Polri — dapat menimbulkan kesan dualisme arah kebijakan reformasi.
Sejumlah pengamat menilai, kedua lembaga itu sebaiknya saling melengkapi, bukan bersaing. Komisi Reformasi Polri di bawah Presiden diharapkan berperan sebagai pengarah dan pengawas eksternal, sementara Tim Transformasi Polri bertugas melaksanakan pembenahan dari sisi internal.
Menurut analisis Atlantika Institut, kolaborasi keduanya justru dapat mempercepat proses reformasi Polri secara struktural dan kultural, asalkan koordinasi dan pembagian peran dijalankan dengan baik. “Masalah akan muncul bila tim internal Polri bekerja tanpa supervisi eksternal yang objektif. Sebab evaluasi diri tanpa pengawasan sering kali tidak maksimal,” ujar peneliti lembaga tersebut.
Menilik komposisi Tim Transformasi Polri, hampir seluruh unsur dan satuan kerja di tubuh Polri dilibatkan. Hal ini menunjukkan keseriusan Kapolri untuk melakukan perbaikan menyeluruh. Namun, sejumlah pihak tetap mengingatkan agar proses reformasi tidak menimbulkan kesan rivalitas antara lembaga di bawah Presiden dan institusi Polri itu sendiri.
Pada intinya, publik berharap agar kedua tim ini dapat bersinergi untuk menghasilkan reformasi Polri yang transparan, profesional, dan berorientasi pada kepentingan rakyat — bukan menimbulkan dualitas kebijakan yang justru dapat menambah kegaduhan.(jacob ereste)
0 Komentar